Indoktrinasi (menjawab pertanyaan Leo Budiman & Fiola Iko Zola Ariyani tentang pendidikan karakter bangsa dalam note berjudul "Mari Berdiskusi Sejenak

Perkenankan dengan segala kerendahan hati untuk menjawab pertanyaan Leo dan Ola tentang pendidikan karakter bangsa.

Seperti yang telah kita alami bersama dalam dunia pendidikan Indonesia terutama 12 tahun pendidikan dasar dimana kita diberikan pembelajaran agar kita dapat meningkatkan taraf hidup kita dalam tatanan masyarakat. Kita diberikan pengajaran agar kita dapat melihat kehidupan dengan jernih dan dapat mengatasi segala persoalan dan permasalahan hidup secara manusiawi dan beradab.

Namun dalam kenyataan masyarakat dapat kita lihat bagaimana manusia-manusia yang bertitel dan mengenyam sekolah tinggi berperilaku tidak manusiawi, biadab, bahkan lebih rendah dari binatang. Ada beberapa diantara mereka yang korup, ada beberapa diantara mereka yang fasis, dan ada beberapa diantara mereka yang kriminal.

Kenyataan masyarakat seperti ini saya simpulkan bahwa manusia seperti ini tidak memiliki tujuan hidup, kalaupun punya telah terdegradasi dalam bentuk materi atau kebendaan dimana tujuan hidup manusia tidak lebih dari benda semata.

Dimasa orde baru kita diajarkan bagaimana kita memahami tujuan/cita-cita, "Apa cita-citamu nak jika sudah besar nanti?" jawabnya, "jadi dokter, jadi pilot, jadi tentara, jadi polisi, jadi insinyur, dll." seperti itulah kita diajarkan memahami cita-cita/tujuan hidup dan hal tersebut berurat dan berakar hingga hari ini. Lalu apakah yang dimaksud dengan cita-cita/tujuan hidup? sangat sederhana jawabannya bahwa manusia diciptakan hanya untuk menyembah Sang Pencipta, Yang Maha Kuasa, Causa Prima, Allah SWT.

Kemudian pertanyaannya adalah, "Lalu bagaimana manusia menjalani hidup dan kehidupannya? apakah segala sesuatunya akan selesai dengan do'a? itulah gunanya ilmu tentang tujuan atau ideologi. Ilmu dimana kita dapat memiliki kemampuan dalam menjalani hidup dan kehidupan di dunia dan insya Allah dapat dipertanggungjawabkan di akhirat.

Selain tentang tujuan hidup didalam ideologi juga mencakup didalamnya bagaimana manusia menjalaninya dan dengan apa manusia menjalaninya. Bagaimana kita berperilaku dalam berpolitik, bagaimana kita berperilaku dalam berekonomi dan bagaimana kita berperilaku dalam berbudaya, dari hal-hal yang paling strategis sampai hal-hal yang paling taktis. Dengan ideologi kita menjadi manusia-manusia yang berkarakter.

Mata pelajaran atau materi perkuliahan yang dipelajari di sekolah-sekolah atau perguruan tinggi adalah perangkat ideologi. Asbak, gelas, sendok, garpu, piring dan benda-benda lainnya adalah produk ideologi, yang diciptakan agar manusia menjadi manusiawi dan beradab. Apabila anda menggunakan garpu untuk menusuk perut seseorang maka anda biadab, apabila anda menggunakan gelas untuk memukul kepala seseorang maka anda lebih rendah dari binatang, apabila anda menggunakan ilmu akuntansi atau manajemen untuk korupsi maka anda tidak ideologis.

Dimanakah peran pendidikan karakter?

Jawabannya ada dirumah kalian masing-masing, dilingkungan keluarga anda karena disitulah esensi pendidikan dimulai, sekolah dan kampus hanyalah pendidikan tambahan.
Ada beberapa pokok pembelajaran dalam pendidikan karakter:

1. Filsafat Kemanusiaan.
Manusia diciptakan dengan akal pikiran dimana dalam menyelesaikan segala persoalan dan permasalahannya dirumuskan dan dipecahkan dengan akal pikiran. Dalam proses pergulatan pemikirannya, pemikiran satu manusia dengan manusia lainnya saling bertautan, kait mengkait, bahkan diantaranya saling berlawanan. Diantara keberhasilan dan kegagalan terdapat benang merah ide atau gagasan tentang apa yang disebut dengan ideal. Perkembangan manusia dalam memaknai hidup dan kehidupan dari masa-masa awal terciptanya manusia sampai kondisi mutakhir menjadi pokok pembahasan.

2. Dialektika Material/Sejarah perkembangan & pergerakan umat manusia.
Pokok pembelajaran ini diperuntukkan agar mempelajari tindakan-tindakan dan langkah-langkah yang telah ditempuh manusia dalam mengatasi keterbatasannya dan apa-apa saja yang mereka lakukan dalam menjawab tantangan disetiap jaman. Berbedanya ras, suku, agama, bangsa dan negara, terbatasnya daya tahan manusia terhadap cuaca, iklim, kondisi alam, dan juga jarak pandang menjadi materi-materi yang penting untuk dicermati dan dipelajari. Yang paling penting untuk diinsyafi dalam pokok pembelajaran ini adalah bahwa sesungguhnya umat manusia adalah satu (mankind is one) dan manusia tak lebih dari debu di alam jagat raya ini, dan di hadapan Sang Pencipta kita adalah sama.

3. Kompetensi.
Dijaman modern ini apabila ingin dikatakan sebagai manusia yang manusiawi atau beradab adalah manusia yang menempatkan segenap kemampuannya untuk kemaslahatan manusia lainnya, manusia yang berbudaya, manusia yang berkarakter. Manusia setidaknya memiliki satu keahlian dalam bidang tertentu agar hidupnya memiliki makna dan dapat berguna untuk manusia disekitarnya. Manusia yang berkarakter adalah manusia yang memiliki keahlian, kecakapan, dan kemampuan di satu bidang tertentu.
Muncul satu pertanyaan mendasar, "bukankah hal-hal diatas dipelajari di sekolah dan perguruan tinggi?"
jawabnya, iya, namun muatan materinya berasal dari kultur dan natur yang berbeda dengan masyarakat Indonesia, itu sebabnya ilmu yang kita pelajari sulit di cerna rakyat dan kalaupun ada diantaranya yang memahaminya tak lebih dari sekedar kecerdasan semu dan tidak ideologis. Sehingga banyak kita melihat sarjana-sarjana, doktor-doktor, profesor-profesor, pejabat, menteri, dan presiden yang berjarak dari rakyatnya.

Sebelum Republik Indonesia terbentuk, nusantara pernah mengalami dua masa kebangsaan, yaitu di masa sriwijaya dan di masa majapahit. Di masa-masa itu nusantara memiliki sistem politik, tatanan ekonomi, dan kultur dalam berbudaya, pengaruh mereka hampir setengah dari tatanan pergaulan masyarakat dunia. Di dua masa itu nusantara memiliki sistem demokrasi, cara berekonomi, dan kecakapan dalam berbudaya yang sangat tinggi. Mereka memiliki sistem ketatanegaraan, sistem perdagangan yang apik itu sebabnya mereka mampu mendominasi hampir separuh dunia. Dari dua masa kebangsaan ini kita dapat memetik makna dan menggali pemahaman yang sesuai dengan kultur dan natur bangsa Indonesia.
Value atau nilai yang terkandung di dua masa kebangsaan itulah dapat menjadi muatan atau materi dalam pokok-pokok pembelajaran karakter yang tentunya disesuaikan dengan kondisi kekinian, bukan untuk di contek atau di tiru namun untuk di inovasi agar bangsa Indonesia sekarang memiliki nilai lebih dari masa-masa sebelumnya, dan agar anak-anak bangsa memiliki kemampuan untuk menjawab tantangan jaman.

Sebagai sebuah landasan filosofi atau philosophie groundslag Pancasila memiliki kemampuan untuk menghadapi tantangan jaman, dan agar diinsyafi juga pancasila bukanlah hasil dari dialektika situasi dan kondisi pertarungan ideologi (kapitalisme dan komunisme) yang ada di tatanan masyarakat global namun merupakan benang merah perasan dari kultur dan natur tatanan masyarakat di nusantara, Pancasila juga bukan ideologi karena didalamnya tidak terdapat tata cara, sistem, kerangka strategis dan taktis dalam menjalaninya. Orde baru pernah mencoba untuk merumuskannya melalui butir-butir Pancasila namun hal itu gagal karena dibangun berdasarkan dialektika idealis bukan dialektika material atau kultur dan natur masyarakat sehingga butir-butir pancasila tidak lebih dari slogan-slogan penataran dan penyuluhan-penyuluhan. Sebuah ideologi harus dibangun dari realita kultur dan natur masyarakat, bersifat global dan dapat diterima diseluruh penjuru dunia, agar tatanan masyarakat dunia dapat memahami cara pandang bangsa Indonesia.

Diantara keterbatasan saya dalam menulis catatan saya ini setidaknya ada beberapa fase dalam sejarah Indonesia yang membuat kita kehilangan karakter dan tercerabut dari akar kebangsaan kita:

1. Culture Stelsel.
Culture stelsel selama ini dipahami hanya sekedar kerja paksa yang keji yang diberlakukan oleh penjajah Belanda kepada rakyat Hindia Belanda, namun lebih dari itu, culture stelsel memaksa rakyat Hindia Belanda untuk bercocok tanam sesuai dengan kebutuhan pasar internasional disaat itu tanpa mengindahkan kebutuhan masyarakat setempat, dan hal itu mempengaruhi apa yang kita makan dan apa yang kita perdagangkan sampai hari ini. Culture stelsel merupakan multiply effect cultural genoside yang paling fatal yang pernah terjadi di bumi pertiwi ini.

2. Politik Etis yg diberlakukan penjajah Belanda kepada pribumi.
Politik etis terjadi atas desakan kaum liberal di Belanda dan eropa tentang penindasan yang dilakukan oleh bangsanya sendiri di wilayah jajahan mereka Hindia Belanda. Penindasan yang diluar batas kemanusiaan membuat kaum liberal memandang perlunya Hinda Belanda "dicerahkan" agar masyarakat pribumi meningkat derajatnya dari monyet menjadi setidaknya setengah manusia, dan dimulailah para pribumi diberikan pendidikan barat yang mereka sebut dengan "modern". Pendidikan ala barat ini mengubah pola pikir masyarakat pribumi sampai pada tata cara makan pribumi dan berlaku hingga hari ini.

3. Orde Lama.
Kemerdekaan merupakan warisan yang tiada taranya yang telah diberikan oleh para founding fathers republik kepada bangsa Indonesia hingga hari ini, namun mereka bukanlah Tuhan, pertikaian demi pertikaian ideologi diantara mereka membuat bangsa Indonesia tidak mampu untuk mengisi kemerdekaan dengan cita-cita republik ini didirikan, pertikaian inipun mengakar hingga hari ini.

4. Orde Baru.
Di masa ini bangsa Indonesia mengalami keterpurukan dan degradasi kebangsaan yang teramat sangat yang disebabkan oleh tiga hal:
a. Dialektika Idealis.
b. Fasisme Militer.
c. Azas tunggal dan sentralisasi.
Ketiga hal ini mengakibatkan krisis multi dimensi yang berujung pada satu hal yang kita rasakan di hari ini yaitu krisis kepercayaan.

Didalam pembangunan karakter bangsa kita harus menginsyafi fase-fase ini dan bagaimana latar belakang terjadinya serta situasi dan kondisi yang mendorong hal-hal diatas terjadi.

Mudah-mudahan catatan kecil ini dapat menjawab pertanyaan Leo dan Ola, dan pastinya catatan ini dibuat untuk menstimulus pertanyaan-pertanyaan lainnya yang ada dibenak kalian.


*catatan ini didedikasikan untuk semua guru di Indonesia atas jasa-jasa dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa.

Komentar

Postingan Populer