Seniman Jalanan


Aku melihat kamu mendatangiku sahabat,
Aku mendengarmu bernyanyi, membaca puisi, dan bahkan ada diantara kamu yang menari.

Gesekan biolamu begitu indah kawan,
Gendangmu yang terbuat dari paralon seakan mengisi detak jantungku,
Bahkan aksi teatrikalmu tak mampu untukku lihat, hanya dapat kuserap dalam sanubariku, aku malu.

Nada demi nada yang kamu lantunkan membawaku ke masa laluku, hari ini, dan hari esok.
Bait demi bait yang kamu senandungkan mengingatkanku pada orang-orang yang kucintai.

Adakah yang sanggup menandingimu cinta?

Di dini hari itu aku melihat kamu menjual sayur, ibu.
Di senja hari itu aku melihat kamu memanggul beras, ayah.
Maafkan aku karena tak sanggup membantu, aku tak sanggup mengatakan terimakasih, aku hanya sanggup melihat dan lalu kutulis, semoga Tuhan memaafkan dosaku ini.

Dibalik semua cerita indah ini, akupun melihat rumahmu terbakar oleh bara api, kakanda.
Di sudut jalan itu aku melihatmu menangis adinda, ketika tabung gas kompormu meledak, di saat yang hampir bersamaan aku melihat Bapak bangsa kita melenggang di jalan raya.

Inilah setitik cahaya itu sahabat, cahaya yang kulihat di kala malam menjelang.
Kami memang miskin Menak, Demang, dan Juragan sekalian, namun insya Allah kami tidak miskin hati, apalagi miskin jiwa.

Komentar

Postingan Populer