Dunia di Mata Hati Seorang Anak
Kasih, di masa kanak-kanak kita diperkenalkan oleh
orang tua berbagai macam warna kehidupan, dengan cara bermain dan dengan cara
belajar. Kita mengenal lingkungan dari mata hati orang tua kita dan hebatnya
sekeras apapun kehidupan, orang tua kita mampu mengejawantahkannya dalam bentuk
kesederhanaan dan kelembutan. Padahal dunia orang tua adalah dimarahi bosnya,
dunia orang tua bermacetan di jalan raya, dunia orang tua saling berselisih
satu dengan lainnya. Tetapi hal tersebut tidak menyurutkan hati orang tua untuk
menyampaikan kepada kita bahwa dunia itu indah dan menyenangkan. Sedari kecil
tak pernah kita dibebani hal yang di luar kemampuan kita, kasih sayang mereka
mampu menjangkau segala kebutuhan kita. Padahal bisa jadi hari itu ia sedang di
amuk oleh atasannya, bisa jadi hari itu ia sedang di maki oleh sesama pengguna
jalan yang berebutan jalan umum, bisa jadi hari itu dia sedang menjalani
kehidupan tanpa tahu harus makan siang apa dikantornya.
Menulis
risalah-risalah hati sangat berat bagi kita karena kita tahu sedikit banyaknya
akan menyinggung perasaan rekan kita, tetapi yang dimaksudkan adalah agar
anak-anak harus mengetahui bahwa dunia harus lebih baik dari hari ke hari.
Semua pengorbanan yang dilakukan oleh orang tua adalah untuk kebahagiaan
anaknya. Ada yang disampaikan secara lemah lembut, ada yang disampaikan dengan
kasih sayang, ada yang disampaikan dengan tegas dan terkadang ada pula yang
disampaikan secara emosional. Tidak mudah memang menjadi orang tua, teringat
kisah rekan seperjuangan saya yang kehilangan pekerjaan dan tetap pura-pura
berangkat ke kantor agar keluarga tidak mengetahuinya. Selama berbulan-bulan ia
melakoni kehidupan seperti itu sampai akhirnya ia mendapatkan pekerjaan
kembali. Sakit rasanya hati ini mendengar kisah seperti itu dan dapat memaklumi
kerasnya karakter yang lahir dari kondisi kehidupan seperti itu.
Mungkin pembaca
bertanya kenapa judulnya seorang anak tetapi yang di bahas orang tua. Oleh
karena siapapun kita selamanya adalah seorang anak dari orang tua kita. Risalah
ini adalah cermin bagi kita yang merupakan anak-anak bangsa Indonesia. Agar ketika seorang anak
menjalani kehidupan yang kita alami mengerti bagaimana kita harus merefleksikan
dirinya kepada kehidupan. Ibunda adalah wanita pekerja, sepanjang karir
kerjanya saya tumbuh menjadi seorang anak yang buruk perilakunya, bukan karena
kurang kasih sayang atau pengaruh lingkungan, tetapi memang karena memanfaatkan
keadaan. Ketika saya sendiri mengalami kerja, baru menyadari betapa kerasnya
kehidupan dan perkiraan apa yang dihadapi Ibunda di masa kerjanya. Menyadari
sebuah kenyataan bahwa saya harus keluar dari takdir hidup seperti sekarang,
menghentikan begitu banyak aktivitas dan memulai aktivitas baru. Memang sekilas
tampak seperti sedang bermalas-malasan tetapi tentunya tak perlu juga tahu apa
pengorbanan yang telah saya lakukan untuk melakukan perubahan takdir hidup
saya. Orang boleh tahu proses kehidupan yang sedang berjalan pada diri saya.
Tetapi orang tidak perlu tahu pengorbanan apa saja yang telah saya lakukan.
Dalam masa
transisi memang banyak godaan untuk menjatuhkan mental, seolah-olah apa yang kita perbuat
tidaklah berarti apa-apa. Ya tidak apa pula kalau ada anggapan seperti itu,
mereka juga punya proses kehidupannya masing-masing dan menyampaikan
pendapatnya sah saja tak ada yang melarang. Aku percaya setiap orang
punya pandangan dan pendapatnya masing-masing, yang terkadang buat lelah adalah pengikut dari pendapat-pendapat
tersebut, kebanyakan mereka lebih sibuk daripada yang mengutarakan pendapat.
Kalau para pengikut itu menganggap bahwa hal tersebut adalah bagian dari
membangun peradaban ya boleh juga. Yang tidak bisa di toleransi dari fanatisme
adalah ketika dukung mendukung berujung kepada tindakan anarkis, boleh saja
bersikeras untuk sebuah pendapat tetapi ketika berbuat anarkis berarti telah
mengusik kebebasan lingkungan juga. Berpikir dan bertindak radikal itu baik karena yang
di maksud adalah menuntaskan pokok permasalahan hingga ke akarnya, contoh
bertindak radikal dalam iman adalah ketika agama kita mengajarkan bahwa
menyayangi kaum dhuafa, anak yatim piatu dan anak terlantar akan mendapatkan
pahala. Ajaran ini sangat benar sekali, tetapi bagaimana dalam bentuk
penindakannya yang radikal? Yaitu dengan mengangkat derajat mereka dengan
memberikan pendidikan gratis, baik pengetahuan umum maupun science. Bagaimana
penindakan yang normatif? Yaitu dengan turut memberikan donasi untuk berbagai
keperluan mereka. Tidak perlu mempengaruhi mereka untuk melakukan tindakan
terorisme dengan cara merekrut mereka yang lagi kesusahan untuk melakukan
tindakan anarkis dengan iming-iming surga.
Kemudian contoh
lagi, bagaimana dengan qishas? Bukankah iman mengajarkan qishas? Tindakan
radikal yang bisa dilakukan adalah memperkuat lingkungan sekitar hingga tidak
ada lagi ketimpangan sosial, mengentaskan kemiskinan sehingga tidak ada lagi orang
melakukan kejahatan karena faktor ekonomi dan menjaga norma-norma kesusilaan
hingga mendapatkan lingkungan yang ramah dan santun. Lalu bagaimana yang
normatif terkait qishas? Yaitu dengan memberikan ketenteraman kepada sesama
yang setidaknya di mulai dari diri kita sendiri, agar ketika kita berhubungan
dengan berbagai pihak mendatangkan kesejukan dan kenyamanan kepada sesama yang
berujung kepada kerukunan, apabila ada hal-hal yang tidak berkenan selesaikan
secara musyawarah, karena iman juga mengajarkan musyawarah. Sehingga dengan
alamiah kita tidak perlu melakukan qishas, sehingga natur kita dalam
bermasyarakat menjadi damai dan sejahtera. Tidak perlu melakukan tindakan
anarkis dengan melakukan terorisme untuk memaksakan ajaran kita diberlakukan.
Kembali kepada
mata hati seorang anak, kita perlu menginsyafi sebuah kenyataan bahwa kita akan
mewarisi sebuah kehidupan kepada anak cucu kita, ketika hal tersebut di mulai
prosesnya, pastikan bahwa kehidupan yang lebih baik yang kita berikan. Pastikan
kepada anak bahwa mereka dilindungi, pastikan kepada anak bahwa mereka
mendapatkan yang terbaik, pastikan kepada anak bahwa mereka mewarisi lingkungan
yang terjaga dengan baik. Sehingga kita mendapati generasi penerus yang
mencitai Allah SWT, agar mereka menjadi generasi penerus yang anti terhadap
penindasan, agar mereka menjadi generasi penerus yang gandrung kepada
kemanusiaan, agar mereka menjadi generasi penerus yang adil dan agar mereka
menjadi generasi penerus yang bertutur bahasa kebenaran. Seorang anak bagaimana
pun juga mengharapkan sebuah dunia yang damai dan tenteram, sehingga mereka
dapat berkreasi dan berkarya dengan leluasa. Agar mereka dapat menikmati
indahnya keragaman tanpa harus takut kepada perbedaan. Jangan warisi sebuah
dunia yang penuh ketakutan kepada anak, wariskan sebuah dunia yang sejuk,
damai, nyaman dan tenteram kepada anak, agar kita mendapati sebuah kebahagiaan
yang niscaya secara lahir dan batin dalam berkeluarga, berkehidupan dan
berkemanusiaan. LIN
Komentar
Posting Komentar