Pagiku bersama bunga Kamboja
Untuk angin pagi yang selalu kurindukan
Embun yang membasahi bunga-bunga
Langit yang cerah gemilang
Rasa syukur kuhirupkan lagi pagi ini
Entah dari mana asalnya basah didedaunan
Kuterbangun dan dia telah segar ditatapan
Burung-burung berkicau tanpa henti
Kembali larut dalam lamunan
Semesta ini baru sejengkal ditempuh
Takabur akan apa yang dapat ditatap
Khilaf dalam rayuan tanpa akhir tentang cinta
Selalu tenggelam dalam alunan nadanya
Adakah diri ini terjatuh lagi
Berdiri pun belum dan tersungkur lagi
Hapus kenangan di antara sungai yang mengalir
Biarkan dia pergi ke muara menuju samudera berlabuh di dermaga mimpi
Hanya punya mimpi yang tak berpijak
Berharap pada angan akan sebuah senyuman saat senja menjelang
Apalah daya diri ini mengepalkan tangan pun gemetar
Mencoba berdiri tegak namun dada bergetar
Mencoba melupakan hari yang berlalu
Luluh menatap senyum dibibirmu
Lunglai diterpa asa dan rindu
Nelangsa diterjang harapan dan kenyataan
Sampai hari ini kumasih merindu
Mati pun aku tetap merindu
Ya masih tentang aku yang meratapi kepergianmu
Menatap kedepan pun tak mampu
Daun-daun berguguran pagi ini
Tak ada lagi air mata untuk meratapinya
Layaknya mayat yang dibangkitkan dari kubur
Tak punya rasa lagi terhadap tetes air
Hampa ku menatap matahari menjelang
Guna apa diri ini terhadap hari yang akan datang
Kehendak ingin ini Yang Maha Berkehendak menginjak kehendak
Tersungkur berkalang tanah hariku tak lama lagi
Baru saja kulalui beberapa purnama
Namun terasa tua dalam jiwa
Tertulis kata tentang indahnya semesta
Dunia yang hanya sejengkal kurasa
Arah angin yang tak lagi menentu
Tak dapat kutafsirkan lagi maumu
Hanya bisa merindu pagi
Berharap pagi memberiku makna
Si pungguk ini mencoba mewarnai lautan
Samudera melupakannya karena dia menampung segala
Tepian sungai mencoba memberi menawarkan dahaga
Dia pun terlena dalam raga
Embun yang membasahi bunga-bunga
Langit yang cerah gemilang
Rasa syukur kuhirupkan lagi pagi ini
Entah dari mana asalnya basah didedaunan
Kuterbangun dan dia telah segar ditatapan
Burung-burung berkicau tanpa henti
Kembali larut dalam lamunan
Semesta ini baru sejengkal ditempuh
Takabur akan apa yang dapat ditatap
Khilaf dalam rayuan tanpa akhir tentang cinta
Selalu tenggelam dalam alunan nadanya
Adakah diri ini terjatuh lagi
Berdiri pun belum dan tersungkur lagi
Hapus kenangan di antara sungai yang mengalir
Biarkan dia pergi ke muara menuju samudera berlabuh di dermaga mimpi
Hanya punya mimpi yang tak berpijak
Berharap pada angan akan sebuah senyuman saat senja menjelang
Apalah daya diri ini mengepalkan tangan pun gemetar
Mencoba berdiri tegak namun dada bergetar
Mencoba melupakan hari yang berlalu
Luluh menatap senyum dibibirmu
Lunglai diterpa asa dan rindu
Nelangsa diterjang harapan dan kenyataan
Sampai hari ini kumasih merindu
Mati pun aku tetap merindu
Ya masih tentang aku yang meratapi kepergianmu
Menatap kedepan pun tak mampu
Daun-daun berguguran pagi ini
Tak ada lagi air mata untuk meratapinya
Layaknya mayat yang dibangkitkan dari kubur
Tak punya rasa lagi terhadap tetes air
Hampa ku menatap matahari menjelang
Guna apa diri ini terhadap hari yang akan datang
Kehendak ingin ini Yang Maha Berkehendak menginjak kehendak
Tersungkur berkalang tanah hariku tak lama lagi
Baru saja kulalui beberapa purnama
Namun terasa tua dalam jiwa
Tertulis kata tentang indahnya semesta
Dunia yang hanya sejengkal kurasa
Arah angin yang tak lagi menentu
Tak dapat kutafsirkan lagi maumu
Hanya bisa merindu pagi
Berharap pagi memberiku makna
Si pungguk ini mencoba mewarnai lautan
Samudera melupakannya karena dia menampung segala
Tepian sungai mencoba memberi menawarkan dahaga
Dia pun terlena dalam raga
Komentar
Posting Komentar