Merenda Kerinduan



Paras rembulan nanar melindapi pekatnya malam, pualam cahayanya begitu syahdu, membuatku merindu dirimu di temaramnya lampu beranda. Kita meniti hari menelusuri setapak jalan ini dan kitapun larut dalam sebuah cerita tentang nelangsa dan kerinduan. Menemanimu dalam doa yang menjuntai – juntai ke angkasa, saling menggenggam janji sederhana tentang betapa pertemuan kita begitu berarti di sanubari. Kita yang saling mereka-reka apa yang akan kita buat di hari esok, segalanya begitu indah dirasa yang terangkum dalam tatapan dan senyum manismu kekasih. Mereguk kehangatan kopi hitam yang sudah gelas ketiga malam ini, terjaga dalam buaian kisah kasih asmara pujaan hati yang menempuh perjalanan panjang.

Sesampainya di peraduan, merebahkan sebuah asa agar sejenak beristirahat, bernostalgia dalam untaian nada yang dilantunkan biduan dan biduanita, luruh dalam hangatnya pelukan malam. Mereka-reka apa yang telah kita lalui hari ini dan bersyukur atas semaian kebaikan, sebelum terlelap aku ingin mengatakan padamu bahwa merindukanmu begitu indah. Torehan kisah asmara yang berujung diteduhnya tatapanmu dan hangatnya pelukmu, kita merenda rindu. Akupun masih terus merayu dan kamupun menjawabnya dengan senyum sendu yang menghiasi rona merah di pipimu.

Kini ada kamu yang menghiasi relung-relung kesendirianku, kita saling memadu kasih diantara lembutnya pinuturmu yang membuai hatiku hingga pagi menjelang. Tersipu malu menghiasi paras wajahmu, kita memulai segalanya dengan lembut, merendahkan suara ketika kusebut namamu, menghamparkan kesejukan di lubuk hati terdalam, kehadiranmu mengisi hatiku yang sunyi. Karena kamu adalah rumah bagi jiwaku, maka pulang adalah dimana tempatmu berada. Merenda kerinduan ditemani gemerisik angin yang menerpa rerumputan, sambil menghirup udara kesejukan dipagi hari dan memeluk kerinduan dimalam hari. Hingga dini hari ini aku masih membisikkan namamu kepada Sang Khalik, yang mendengar celotehan malam-malam panjang kita, sambil menunggu fajar menjelang kita menasbihkan sebait doa tentang semaian harapan yang menjulang ke angkasa.

Alhamdulillah, tak ada lagi rasa sakit menerpa sanubari, kali ini menulis tentangmu mengalir sedemikian rupa sampai lupa bahwa kamu masih merupakan bayangan asmaraku. Kekasih, masuklah dalam kenyataanku, peluk ini akan menjadi tempat pulangmu dan akan selalu begitu, sampai waktu tak lagi mengenali, hingga akhir perjalanan ini. Ada yang berujar bahwa anganku terlalu panjang untuk kugapai yang akan berakhir pada sebuah kepiluan, tetapi biarlah kutempuh perjalanan asa dan rasa ini hingga pelukanmu tiba dibahuku. Ada yang mengatakan bahwa kamu hanya khayalanku, maka segeralah masuk kedalam kenyataanku, agar rindu ini berpadu dengan asmaraku dan asmaramu. Segala tentangmu memang indah dan memang semestinya indah serta seharusnya indah, tak pantas rasanya apabila segala tentangmu ternodai oleh kepiluan dan nestapa.

Memang kusadari kepedihan di sanubariku ini harus mengada, agar aku semakin tertunduk dan tetap membelai kasihmu dengan mesra. Sebab sebagai insan yang penuh cela dan kesombongan, aku terbentuk dari beragam cerita mewah dan singgasana indah, yang menjuntai-juntai dianganku, Ya anganku inilah yang menjadi cerita indah sekaligus menjadi pisau penghunjam egosentrisku. Ingin rasanya menghilangkan segala keakuan ini, tetapi keakuan ini berisi tentangmu semua yang menyejukkan pagiku, yang menghangatkan siangku dan menghiasi malam-malamku. Segala keakuan ini membuatku selalu berpikir dan merasa apa yang harus kuperbaiki hari ini, agar esok engkau menjadi kenyataanku. Apa yang harus kulakukan hari ini, agar esok pelukmu menyambut lelahku. Apa kebaikan yang harus kusemai hari ini, agar esok engkau menjadi milikku seutuhnya.

Kapsul waktu ini mungkin melambat dan terkesan terlambat, tetapi kupastikan bahwa ini semua harus mengada agar engkau tahu bahwa aku mendambamu dan terus membelaimu mesra disela-sela kata ini. Agar engkau tahu bahwa merindukanmu teruntai keindahan yang tak lekang oleh waktu, dan bagi sosok-sosok yang kutitipkan asa ini kuucapkan puji syukur yang sebesar-besarnya atas segala kesediaannya untuk hadir dan berkunjung ke gubuk kecilku di dunia maya ini. Sehingga dipenghujung waktuku nanti tak ada satupun yang kusesali, agar aku dapat bercerita kepada anak-anak di desa, di kota dan di metropolitan bahwa mencintaimu adalah indah dan selayaknya diperlakukan dengan indah. Semaian kebaikan di hari esok akan terus berlanjut, entahlah mungkin ini menjadi semacam pengabdian, kujalani dengan penuh kesungguhan dan apabila bukan pelukmu yang hadir, aku menyadari bahwa akan ada satu hari nanti yang mengisi kekosongan ini dan kubiarkan tentangmu menghampar ke angkasa agar dunia tahu bahwa aku mencintaimu utuh seluruh.

Dini hari ini aku ditemani secangkir kopi Papua yang kudapat dari kolega diperantauan, nikmat sekali setiap teguk yang meresap dilidah dan tenggorokan. By the way, baru tahu kalau minum kopi itu mestinya tanpa gula hehehehe, akhirnya mengetahui setiap regukkan nestapa yang diteguk para penyair. Selama ini tak pernah mengerti kenapa para penyair selalu berujar pahitnya kopi, ternyata minum kopi itu mesti tanpa gula. Harap maklum aku hanya penikmat yang sedang belajar untuk menjadi pembuat, selama ini hanya penikmat rasa dan sedang menuju ke pembuat rasa hihihihihi. Semoga rasa ini juga rasamu, dibalik senyum simpul ini terenda indah namamu di kalbu, tertinggal kesan yang begitu mendalam dan terpatri tenunan asmara yang berliku dan meliuk membentuk rasa cinta kita, yang satu hari nanti berlabuh di dermaga kasih sayang. Cheers :D

Komentar

Postingan Populer