Yang Berumah di Air Mata


Untuk sebuah nama yang melabuhkan helaan nafasnya di hatiku, untuk sebuah paras yang menatapku dengan ribuan asa terbentang di sajadahku, untuk sebuah cinta yang lirihnya abadi di detak jantungku. Dapat mengenalmu merupakan bahagia yang tak lekang oleh waktu, lembutnya pinutur yang memanggilku, aku ingin pulang ke pelukanmu. Pelupuk matamu yang merindu, sudut senyummu menghiasi relung-relung kesendirianku, engkau takkan pernah mengenal kesunyianku tanpa dirimu.
Terasa nikmat french fries yang kita masak berdua, sosis yang di suwir suwir, saus sachet dan taburan garam lada di malam-malam panjang kita. Ribuan jam berlalu bercengkerama mesra di tempat sederhana kita, hanya berdua saling bercerita tentang masa yang akan kita raih, dan kujalaninya kini sendiri tanpamu. Masih ingat dengan bedak bayi yang biasa kamu gunakan untuk berhias, agar kulitmu tak cepat menua sebutmu waktu itu, sambil merapihkan tumpukan naskah perjuangan, kamu susun sesuai tanggal dan abjad di dalam map sederhana.
Untukmu duniaku dan untukku duniamu begitulah kita menjalaninya, sederhana kita melaluinya bersama canda tawa sahabat yang menghiasi hari-hari kita. Menggenggam jemarimu sepanjang perjalanan, berjuang bersamamu begitu indah, melukiskan harapan di langit yang terbentang. Kita sempatkan waktu untuk melupakan dunia di saat-saat tertentu, kita tinggalkan keruwetan kehidupan untuk sekedar melihat keindahan alam, duduk berdua di hamparan rumput taman nasional, dan kita selalu saja saling bercerita, seperti dongeng orang tua.
Kini kulalui hidup sendiri, melakukan hal-hal yang orang kebanyakan lakukan, mengisi kehidupan. Banyak sekali diantaranya kesibukan yang terkadang menghabiskan waktu tanpa mengenal lelah. Tak ada dirimu lagi sosok untuk saling bercerita, yang ada hanya angan-angan tentangmu yang menghampar di savana aspal ibukota. Hidup seperti orang kebanyakan tak lagi merencanakan hal-hal besar seperti yang biasa kita lakukan, sekarang bahkan bawel dan banyak keluhan.
Betapa kehilanganmu begitu membekas, selamanya merindu dan berakhir hidup sendiri, sekarang kecentilan gombal sana sini. Gonta ganti pasangan itu tidak enak, bongkar pasang perasaan tak lagi berolah rasa seperti kita dulu. Masih merindu dan untaian rindu ini mengeras serta membatu di lubuk hatiku yang terdalam, mudah-mudahan gak jadi penyakit. Jadi ingat dulu kalau salah satu dari kita sakit, kita saling berpelukan sampai sembuh, ya kita dulu gak mampu ke dokter, kenapa ya setelah ada BPJS kita malah gak bersama.
Sekarang segala tentang kamu telah larut bersama derasnya laju kendaraan, terhempas oleh hujan badai yang membawa kisah asmara kita berserakan bersama guguran dedaunan. Ingin sekali mengatakan kepadamu lagi bahwa aku mencintaimu sebelum tidur, dan mengecup keningmu ketika bangun tidur. Tak ada lagi rahasia tentang kita, semuanya telah bertebaran kemana-mana, menjadi buah bibir dan rasa malu yang tak berkesudahan yang disebabkan tak mampu menahan perasaan. Yah seperti sekarang ini, menulis lagi tentang kamu.
Mungkin kalau kamu membaca tulisan ini, kamu akan membencinya seperti halnya ketika aku mengemis untukmu kembali, ya aku tahu kamu tidak suka lelaki lemah, setidaknya kalau kamu baca tulisan ini kamu akhirnya tahu segenap kelemahanku yang tertutupi oleh kerasnya pendirianku dulu. Tolonglah aku ya Allah, apabila dia mesti kembali, hadirkan dirinya kembali, jalan menuju ke rumahku masih seperti dulu, tak ada yang berubah dan diapun tahu itu, serta jangan biarkan dirinya terlambat ketika semuanya telah berakhir. Dan apabila dirinya tak di takdirkan untukku berikanlah kerelaan bagi diriku untuk melupakannya, karena ini semua berulang terus menjadi pengulangan-pengulangan yang tak perlu. Menyakiti beberapa hati yang pernah bersandar di bahuku di perjalanan ini, dan ini semua tak menyenangkan sama sekali. (Lin)

Komentar

Postingan Populer