Biarkan Aku Yang Pergi (Chapter 5: Namaku Komalarini, Senang Berkenalan Denganmu)

Murid-murid dikelas tak sabar menanti bel istirahat berbunyi, sambil bergumam satu sama lain, menjelang istirahat murid-murid tak lagi memperhatikan pelajaran. Sambil mencoba untuk menjaga konsentrasi belajar murid-murid, Pak Djana memberikan tugas PR untuk dikerjakan dan menyampaikan halaman berikutnya yang mesti dibaca murid-murid. Kemudian Pak Djana pun meninggalkan kelas beberapa menit menjelang bel sekolah berbunyi, murid-murid sibuk merapikan buku-buku mereka dan menempatkannya dirak meja kelas masing-masing.

Tak lama kemudian Sanusi berjalan melewati kelas Raminah, tak disangka-sangka Komala berteriak memanggil namanya, “Sanusiiii,,,” teriak Komala. Raminah terkaget dengan apa yang dilakukan oleh Komala. Sanusi menoleh kedalam kelas Raminah melalui jendela, kemudian tersenyum kepada Komala. Wajah Komala memerah, tak disangka Sanusi membalas panggilannya dengan senyuman. “Tunggu sebentar, aku rapihkan buku.” teriak Komala. Kemudian dihampirinya Sanusi yang menunggunya didepan kelas. “Ada apa?” tanya Sanusi. “Kamu nanti kuliah dimana?” tanya Komala. Sanusi tersenyum kemudian menatap wajah Komala namun tak menjawab. “Kenapa?” tanya Komala. “Belum tahu, mungkin di Malang.” Mereka berdua berjalan menuju kantin, kemudian setelah membeli makanan dan minuman dikantin, mereka berdua berjalan menuju kelas Sanusi, dan duduk bersandar dipilar-pilar sekolah didepan kelas Sanusi.

Tak disangka Komala akan sambutan keramahan Sanusi kepadanya, sementara selama 3 tahun sekolah, belum pernah mereka ngobrol bersama seperti sekarang ini. Yang paling tidak disangka Komala adalah ternyata Sanusi mengetahui bahwa Komala juga gemar membaca novel. Sanusi kemudian bercerita tentang novel terbaru yang sedang dibacanya, sementara Komala terdiam saja dan memperhatikan Sanusi berbicara. Diperhatikannya tiap sudut gerak Sanusi, alis matanya, sudut senyumnya, gerak bahunya yang selaras dengan lengannya ketika membolak-balik lembaran novel yang ditunjukkannya. Satu hal yang dikhawatirkan Komala saat ini adalah apabila ia salah berbicara Sanusi akan merasa tak nyaman, ia tak ingin kehilangan moment ini, berbincang dengan Sanusi tentang buku-buku novel adalah saat yang membahagiakan baginya. Sanusi tersenyum melihat Komala memperhatikannya, kemudian ia berucap,”Maaf aku terlalu banyak bicara ya, kamu sedang membaca novel apa sekarang?” Komala tersenyum dan mengatakan,”Tak apa, aku senang kamu bercerita tentang novel yang sedang kamu baca.”

Bel sekolah kembali berbunyi menandakan waktunya istirahat telah berakhir, para murid menuju kelasnya masing-masing. Sanusi beranjak dari duduknya kemudian mengulurkan tangannya kepada Komala untuk membantunya bangun dari duduk. Komala menyambut tangan Sanusi dan kemudian berdiri pula. Kemudian Komala menuju kelasnya, beberapa langkah berlalu ia menoleh ke belakang dan ternyata Sanusi masih berdiri melihatnya berjalan menuju ke kelas. Komala tertunduk dan tersenyum-senyum sendiri.

Di kelas Komala tak lagi memperhatikan pelajaran, dia menulis-nulis kertas, entah apa yang ditulisnya. Wajahnya berseri-seri hari ini tak seperti biasanya. Waktu berlalu tak habis-habisnya Komala menulis dikertas, Raminah kemudian bertanya apa yang sedang ditulisnya, Komala tak menjawab ia hanya tersenyum-senyum sendiri melihat keingintahuan Raminah. Kemudian Raminah mengintip apa yang sedang ditulis Komala, penasaran. Ia tidak tahu apa yang sedang berkecamuk dibenak Komala, setelah ia mengintip kertas coretan Komala, ternyata sebuah cerita, Raminah tersenyum menyaksikan tingkah laku Komala dan dibiarkannya Komala sibuk dengan coretan-coretannya. Tak lama kemudian Komala menunjukkan coretannya kepada Raminah, iapun membacanya dan bertanya tentang apa yang ditulis Komala, sambil menjelaskan cerita yang ditulisnya, Komala juga menjelaskan kenapa ia menulis cerita ini. Dilipatnya kertas tersebut, kemudian dimasukkan ke tas, Komala sambil berbisik bercerita bahwa jam istirahat tadi ia bercengkerama dengan Sanusi, ia juga bercerita tentang apa yang diceritakan Sanusi. Kemudian Raminah mengingatkan kepada Komala agar bercerita nanti setelah selesai pelajaran. Namun Komala tetap saja bercerita tak henti-hentinya, Raminah memperhatikan pelajaran sambil mendengar cerita Komala, ia telah mengingatkan Komala agar memperhatikan pelajaran namun tampaknya Komala tak menggubrisnya.

Hari menjelang sore, langit mendung, air hujan merintik membasahi tanah, murid-murid bersiap menuju pulang kerumah masing-masing. Didepan kelas Raminah, Sanusi lewat dan kembali Komala meneriakkan namanya. Raminah geleng-geleng kepala melihat tingkah polah Komala, namun ia kembali tak menggubris Raminah. “Temani aku pulang Sanusi.” Sebut Komala dengan penuh harap. Sanusi dengan serta merta menggenggam jemari Komala dan bertanya,”Tunggu hujan berhenti atau?” Kemudian Komala mengeluarkan payung dari tasnya dan menunjukkan ke Sanusi. Dibukanya payung tersebut lalu diberikannya kepada Sanusi. “Hanya disampingmu tempatku berteduh,” gumam Komala. Dengan lembut  Sanusi menyambut payung Komala dan dengan lembut pula Sanusi menarik jemari Komala menuntunnya berjalan menuju rumah. Sepanjang perjalanan mereka saling bercerita satu sama lain, saling mengenal dan bercerita tentang harapan-harapan mereka akan masa dewasa yang mereka tempuh sebentar lagi. Hujan berangsur membasahi tubuh Komala dan Sanusi, lengan kanan memegang payung dan lengan kiri merangkul pundak Komala, ia menyandarkan kepala dipundak Sanusi. Payung mereka tak seberapa menahan rintik hujan, namun berdua tetap melangkah, tanpa surut sedikitpun dari hujan yang membasahi tubuh mereka, membelah hujan puluhan kilometer perjalanan mereka. Sesampainya dirumah, Komala membuatkan teh hangat, menyediakan handuk dan kaos ganti untuk Sanusi.

Kincling, kincling, lari kecil seekor anjing poodle mengalihkan perhatian Sanusi, poodle tersebut menggonggong renyah, menggoyang-goyangkan buntutnya dan Sanusi pun tersenyum melihat gonggongan poodle tersebut. “Kamu bisa panggil ia temuchin.” sebut Komala memperkenalkan poodlenya. Sanusi tak menjawab ucapan Komala namun ia lebih asyik melihat temuchin menggonggong dan kemudian digaruk-garuk lembut kepala poodle tersebut, yang disambut lompatan temuchin ke pangkuan Sanusi. Dibelainya bulu-bulu temuchin dan tampaknya poodle tersebut nyaman berada dipangkuan Sanusi. “Kamu punya anjing juga?” tanya Komala. “Tidak, aku punya ikan untuk dipelihara, orang tuaku membuat kolam ikan dibelakang rumah, beberapa akuarium ikan diruang tamu.” Jawab Sanusi. “Tapi tampaknya kamu akrab dengan anjing? tanya Komala lagi. “Aku takut sebetulnya, takut digigit, namun karena anjingmu kecil dan lucu, aku tak terlalu khawatir.” Jawab Sanusi gemetaran menahan dingin air hujan. “Dirumah kami banyak binatang peliharaan, ikan dikolam, di akuarium dan burung hummingbird liar yang bersangkar ditiang-tiang rumah, hummingbird dirumahku sudah generasi ketiga dan tampaknya nyaman beranak-pinak dirumah kami, kamipun senang.” sebut Sanusi kemudian. Tak lama kemudian hujan berhenti dan hari sudah larut, Sanusi melihat jam dinding diruang tamu Komala, sudah pukul 7 malam, harus segera pulang, ibu mesti khawatir aku belum pulang, sebut Sanusi dibenaknya.

Komentar

Postingan Populer