Juragan Tempe Mengembangkan Usaha Bawang Malah Harga Cabe yang Naik
"Dipagi hari yang cerah dan berbahagia bang Ji’i, juragan tempe dipasar induk kramat jati sedang menghitung-hitung pendapatannya dari berdagang tempe, setelah hitung-hitung bang ji’i untung 15% dari modal, kemarin memang hari yang melelahkan buat bang ji’i namun terhapus segala lelahnya ketika melihat senyum mpok leha.
Setelah 10 tahun berdagang tempe di pasar induk kramat jati, bang ji’i ingin mengembangkan usahanya ke komoditas bawang merah dan bawang putih, diprediksi punya prediksi, prospeknya bakal cerah sampe paling tidak 20 tahun kedepan. Lagipula untuk kawasan Jakarta Timur, konsumsi kebutuhan harga bawang memang gak ada matinya. Tinggal nyumplek saja udah banyak yang memesan. Dihitung punya hitung, kebutuhan untuk modal usaha bawang berkisar 135% dari modal usaha tempe, cukuplah modalnya dari keuntungan dagang tempenya selama 10 tahun.
Tapi mpok leha punya pertimbangan lain, bang, mending juga buat naik haji dulu uangnya, kita belum pernah naik haji bang, sementara kita mampu, agar berkah bang rejeki kita. Bang ji’i terkekeh-kekeh, neng kalau mau naik haji bilang dari kemarin-kemarin, cukup buat naik haji neng. Lalu bang ji’i menghitung kembali pendapatannya, ada posting kebutuhan, request dari mpok leha.”
Menemukan Kebutuhan Rakyat dan Upaya untuk Memenuhi Kesejahteraannya.
Ilustrasi diatas merupakan cermin kehidupan rakyat dalam melakukan upaya-upaya kesejahteraan. Kenapa saya mengilustrasikan seorang juragan sebagai contoh, karena kelompok inilah pelaku ekonomi utama dalam perekonomian Indonesia. Selain sebagai pelaku ekonomi, juragan-juragan ini juga memenuhi kebutuhan anak buahnya yang bekerja kepadanya. Mereka membangun usahanya secara tradisional, dengan pendekatan-pendekatan kultural melakukan transaksi perdagangan yang sifatnya regional kawasan, nasional bahkan internasional. Sangat keliru apabila juragan-juragan ini dipandang sebelah mata sebagai pelaku ekonomi, sementara dampak perekonomian yang mereka upayakan sangat signifikan sampai ke akar rumput rakyat. Tidak bisa dinafikan lagi bahwa kemampuan para juragan ini dalam mengelola usahanya sangat piawai dan kemampuan dalam prediksi masa depan kemapanan usaha tidak perlu diragukan lagi.
Banyak contoh juragan diberbagai wilayah, yang setidaknya saya tahu diwilayah jawa. Peran mereka sebagai pelaku ekonomi memiliki peran sentral dimasyarakat, namun sementara kepercayaan negara atau pemerintah kepada para juragan ini sangat minim sehingga kemampuan atau insting bisnis mereka tidak dioptimalkan oleh negara. Negara dalam hal ini lebih mengedepankan modal kapital untuk memutar produksi massal dunia dipusaran kawasan nusantara, sehingga dipandang perlu untuk melakukan percepatan financial engagement diberbagai bidang-bidang usaha negara, tanpa mengedepankan kepentingan usaha-usaha rakyat. Negara memandang bahwa apabila produksi dunia diputar dipasar Indonesia maka kebutuhan-kebutuhan dasar masyarakat dapat dipenuhi secara cepat dan tak perlu rumit untuk memperkuat pondasi produktivitas rakyat. Rakyat tinggal terima keadaan tanpa harus repot-repot memikirkan untuk bertani, beternak atau berwiraswasta diberbagai bidang usaha. Percepatan kemampuan dan skill masyarakat diperluas dengan masifnya kurikulum pendidikan diubah-ubah sedemikian rupa, diharapkan agar sumber daya manusia Indonesia memiliki keunggulan diberbagai bidang pengetahuan. Sementara sumber daya manusia yang telah menjadi unggul tidak mau bekerja untuk kepentingan rakyat.
Mesti diinsyafi bahwa kehendak untuk melakukan percepatan dengan kapasitas sumber daya alam Indonesia mesti seimbang. Karena upaya-upaya percepatan membutuhkan kemampuan gear box yang masif pula dalam melakukan akselerasi. Gear box inilah para juragan tersebut, dimana insting bisnis para juragan dipertajam dengan kemampuan membaca keadaan dan fenomena pasar setidaknya dalam kurun waktu tertentu dan diperluas ruang geraknya untuk memperkuat posisi tawar produksi rakyat. Saya sebutkan disini para juragan sebagai pelaku ekonomi untuk akselerasi perekonomian bukan tanpa dasar. Berabad-abad kemampuan para juragan ini sudah teruji dikawasan nusantara namun negara sama sekali tidak melakukan upaya-upaya penguatan produktivitas terhadap para juragan ini. Yang terjadi adalah negara justru mengedepankan kekuatan finansial kepada para pelaku ekonomi, bukannya memperkuat perekonomian malah memunculkan sindikat-sindikat penyelundup diberbagai bidang.
Peran Juragan dalam Perekonomian Republik Indonesia dan Kelemahannya dalam Menghadapi Refleksivitas Keuangan Pasar.
Dengan pola percepatan finansial ada setidaknya satu khilaf didalamnya dimana harga komoditas yang diusahakan oleh para juragan ini tidak terkendali, mekanisme pasar yang mengedepankan supply and demand pattern within financial engagement for profitable optimalization mengakibatkan para juragan tidak mampu mengendalikan harga. Para juragan berhadap-hadapan langsung dengan dunia tanpa adanya perisai perekonomian yang establish untuk mengatur lalu lintas harga, dan inipun berlaku diberbagai bidang di republik ini, sehingga rakyat diakar rumput terperangah, terbengong-bengong, terheran-heran, tergopoh-gopoh dan terakhir terkapar melihat gejolak harga dipasar.
Mesti diinsyafi bahwa juragan-juragan ini bukanlah sebuah instrumen perekonomian distribusi komoditas atau yang biasa disebut distributor. Namun lebih substansial daripada itu juragan-juragan ini sesungguhnya adalah penentu sekaligus pelaksana perdagangan di Republik Indonesia dan apabila tidak diberikan keleluasaan dan perlindungan dalam upaya-upaya penetrasi pasar dengan kebijakan-kebijakan untuk melakukan posisi tawar yang mapan, maka harga-harga komoditas dipasar akan mengikuti arus lalu lintas perdagangan yang tak menentu. Yang saya sebut disini tidak menentu adalah bisa-bisanya harga produksi dalam negeri lebih mahal daripada harga produksi luar negeri. Mesti diinsyafi lagu, lirik dan nada di musik “Going where the wind blows, Mr. Big (1999)” memiliki aturan dan notasi dari nada dan irama, sehingga nikmat didengar. Sementara pemerintah sebagai dirijen dari orkestra perekonomian Republik Indonesia sama sekali tidak enak didengar apalagi dilihat dan sudah banyak korban dari yang merasakan akibat dari tidak menentunya pemerintah dalam mengatur perekonomian Republik Indonesia.
Juragan-juragan ini terikat secara kultural ditengah-tengah masyarakatnya, sehingga sesungguhnya kemampuan mereka untuk menentukan flow harga sangat signifikan, namun mengapa harga-harga tak terkendali, disebabkan oleh ketidakmampuan pemerintah untuk melakukan upaya-upaya pendekatan kerakyatan untuk melakukan penetrasi pasar mengakibatkan pembiaran terhadap invisible hands of world capital demands for sustainable material domination mengatur mekanisme pasar Republik Indonesia.
Dipermukaan Rakyat Indonesia dihadapkan pada kemampuan pemerintah mengatur neraca perdagangan dan pertumbuhan ekonomi yang mengesankan setiap tahunnya yaitu 6,8 % average. Namun pertumbuhan angka ini tidak tercermin dalam pertumbuhan produktivitas rakyat untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Sehingga rakyat Indonesia bertanya-tanya dari mana didapatnya dan terlebih lagi kemana angka itu berputar. Sementara semestinya kesejahteraan adalah untuk semua Rakyat Indonesia, bukan hanya untuk segelintir kelompok saja.
Kenyataan dipasar sekarang harga-harga kebutuhan pokok melonjak tak tentu arah, nilai mata uang Rupiah merosot, suku bunga naik, lalu dimanakah rakyat mesti menempatkan perannya ketika pemerintah sedemikian rupa tak berdaya menghadapi fluktuasi harga. Peran juragan dalam mekanisme pasar sangat signifikan untuk menghentikan kekisruhan ekonomi ini, namun tentunya apabila pemerintah melakukan pendekatan yang tepat karena apabila tidak terjadi kebijakan menyentuh langsung kepada sendi-sendi kebutuhan rakyat, maka upaya apapun takkan berguna. Rakyat sudah biasa susah namun apabila negara memberikan kontribusi terhadap susahnya rakyat, angka pertumbuhan ekonomi artinya nol besar. Terngiang-ngiang ditelinga, lagu Jamrud yang digunakan sebagai kampanye tahun 2004, 30 menit anda menyengsarakan 10 tahun rakyat Indonesia.
Artikel ini dibuat karena setidaknya selama 15 tahun pasca reformasi ini tidak ada perkembangan yang signifikan dalam perekonomian Indonesia. Perkembangan politik yang sangat masif dinegeri ini dikedepankan untuk menutupi celah-celah perekonomian Republik. Sementara ditengah-tengah hiruk pikuk peta perpolitikan Republik Indonesia, rakyat Indonesia secara menderita secara fundamental. Sudah terlalu banyak penderitaan yang dihadapi rakyat, namun tampaknya tindakan-tindakan dalam perekonomian sangat minim sekali, pemerintah hanya memperhatikan pelaku-pelaku industri yang sudah mapan dan secara statistik memberikan kontribusi pajak tinggi bagi negara yang sesungguhnya juga banyak diantaranya pengemplang pajak dan memang sudah mapan dari nenek moyangnya, bukan karena peran pemerintah.
Komentar
Posting Komentar