Biarkan Aku yang Pergi (chapter 2: Sampai Raminah Tertidur)

lennon & che playing guitar
lennon & che playing guitar

Malam ini mika belum lagi tertidur, ia memetikkan gitarnya dan mencoret-coret noktah nada dikertas. Sesekali mika mengulang-ulang nada yang telah dibuatnya, sambil menyeruput teh buatan mbak laluna. Seperti malam-malam yang telah berlalu mika tenggelam didalam nada yang dibuatnya, dikamar mika mencoba untuk menautkan nada demi nada. Tak habis-habisnya mika menelusuri malam demi malam mencoba untuk menyusun nada, setidaknya ia lakukan ini untuk menenangkan jiwanya yang selalu bergemuruh, entah karena cinta, entah karena hidup, entah karena teman-temannya. Namun mika memaknainya sebagai sebuah pencarian, kalaupun bukan untuk dirinya, setidaknya untuk mbak laluna yang selalu saja setia mendengar alunan gitarnya.

Laluna Sukotjo, 38 tahun, gadis berwajah lembut kakak dari mika sedang membaca majalah langganan keluarga diberanda atas rumah keluarga pak kades Sukotjo. Sambil sesekali menengok jendela kamar mika melihat adik kesayangannya sedang memainkan gitar akustik melantunkan tembang yang disusunnya sendiri. Laluna memiliki kegemaran melukis, ada satu ruang dirumah keluarga yang memang disediakan bapak untuk kumpulan lukisan-lukisan laluna, bapak sangat menggemari lukisan laluna, namun tak pernah satu kalipun bapak berkomentar tentang lukisan laluna, bapak hanya pernah menganjurkan agar lukisan laluna dipamerkan dimasyarakat setidaknya dibalairung desa. Namun laluna enggan melakukannya, laluna malu dengan karyanya sendiri, tak sebanding dengan lukisan-lukisan yang pernah ia lihat di gallery ibukota. Satu hari nanti mungkin akan ia pamerkan namun pastinya tidak sekarang, belum bisa melukis apa-apa, baru bisa melukis yang ia kenal dan ia tahu, belum bisa melukis apa yang ada diluar dirinya.

Laluna menutup majalahnya dan meninggalkan cangkir tehnya diberanda atas menghampiri mika dikamar,”belum tidur gus, hari sudah larut.” Ucap laluna sambil membelai rambut adiknya. “Belum mbak, sebentar lagi, beberapa bait nada lagi, tanggung mbak.” Jawab mika, masih memetik gitar sambil mencoret-coret kertas. “Tembang apa gus?” Tanya laluna. “Ini mbak, buat festival nanti, sebentar lagi ada festival dikota, aku cipta lagu untuk bandku.” Jawab mika. Dalam berkesenian mika dan teman-temannya lebih ekspresif dibanding laluna, sudah banyak sekali karya-karya band mereka yang dipentaskan, ada beberapa diantaranya dimenangkan oleh mereka. Seringkali band mika pentas diluar kota untuk menampilkan karya mereka, diseputaran Magetan memang band mika cukup punya nama dan dikenal khalayak anak muda. Sebagai gitaris band tersebut mika pun dikenal dengan gayanya yang seperti bintang rock nasional, stylish dan urakan. Celana rombeng, kalung dan gelang metal menjadi ciri khasnya apabila mentas, yang berbeda adalah mika tidak gondrong, karena dilarang oleh sekolah, lebih mirip anak rumahan sebenarnya dibanding dengan bintang rock, namun itulah mika dan segala tingkah polahnya. Namun tak seperti anak band kebanyakan, mika tak dikelilingi gadis-gadis remaja, ia menutup diri dari gadis-gadis yang menggemari bandnya, seringkali mika diminta tandatangan dan foto bareng, namun mika tidak mengindahkan para penggemarnya. Buat mika, menjaga dirinya dari gadis-gadis tersebut merupakan bukti kesetiaannya kepada raminah, meski raminah tak mengetahui kalau perangai mika seperti itu diluar sepengetahuannya.

Laluna membaca-baca  kertas coret-coretan mika, sambil memperhatikan mika bersenandung dan memetik gitar. Tak lama kemudian laluna kembali ke beranda dan kembali membuka-buka majalahnya. Mika merapikan kertas-kertas coretannya, tembangnya telah selesai, kemudian beranjak menuju beranda membawa gitarnya. Duduk bersebelahan dengan mbaknya, mika memetik gitarnya dan bersenandung. Menengadah ke langit mika bersenandung lembut, jemarinya ngilu ketika memetik gitar, dadanya bergetar dan tanpa disadarinya air matanya terjatuh. Bersamaan dengan petikan gitarnya, dibiarkan air matanya mengering. Laluna membiarkan hal tersebut terjadi, berpura-pura ia membaca majalahnya sambil menyeruput teh dicangkirnya, ia tak mau mengganggu adiknya bersenandung.

Mika, yunia, dradjat, joko dan eko adalah sekelompok grup band yang acap kali mengikuti pentas-pentas festival musik, namun selain itu mereka juga seringkali menonton konser musik nasional dan internasional di Jawa. Merupakan sebuah pengalaman tersendiri bagi mereka, perjalanan dari satu kota ke kota lain dan juga permainan musik kelas nasional dan internasional yang mereka saksikan secara langsung. Buat mereka menonton konser adalah saat-saat dimana mereka menimba ilmu dan pengalaman dari musisi-musisi idola mereka. Mereka memperhatikan kemampuan musisi-musisi tersebut mulai dari kemampuan mengolah vokal, teknik memainkan alat musik, juga perangkat-perangkat teknologi canggih yang dipergunakan oleh musisi-musisi tersebut. Seringkali mereka menyaksikan improvisasi-improvisasi para musisi tersebut secara langsung dari panggung, adakalanya musisi-musisi tersebut melakukan improvisasi-improvisasi lucu dengan mengalunkan melodi lagu-lagu anak-anak, dangdut dan juga melodi-melodi lagu arab.

Satu hari dikala mereka ingin menyaksikan band Netral di Jakarta, mereka naik kereta menuju Ibukota, joko menimpuk kepala Mika yang sepanjang perjalanan menatap jendela kereta dengan kotak rokok,”woiii, sampean iku ojo ngelamun ae to diperjalanan, ngelamuni opo dus?” Mika tanpa ekspresi melirik joko,”Entahlah isin aku cerita-cerita koyo ngini iki?” Dradjat berseloroh,”Raminah di Magetan dus, kangen yo, wong nonton konser minggu juga sudah pulang, bisa ketemu lagi, ojo ngenes-ngenesi wong dus, sek durung ngombe teh yo koyo ngono.” Yunia sambil membaca buku berseloroh,”Ora iso ngono dus, cinta ora bisa dipaksa, cah kuntul, wedok iku akeh disekolah, ora iso paksa-paksa wedok macem ngono.” Eko yang masih asyik sms entah dengan siapa terkekeh,”wes tenan blas iki wedok disekolah, tak tembak jadi pacarku langsung mau lewat sms, hahahhaha.” Mika langsung memeluk bantal kereta,”Ya cuma lewat tembang kita bisa saling bercerita, sekumpulan lelaki tanpa lidah untuk saling berkeluh kesah.”

Laluna bertutur lembut kepada adiknya,”Gus, mbakmu tidur yo, kamu sebaiknya tidur juga, besok sekolah.” Mika menjawab,”Nggih mbak, aku segera tidur.” Mika kembali memetik gitarnya, kali ini tanpa bersenandung hanya untaian-untaian nada instrumental. Sambil mengalunkan nada mika sesekali menatap bunga-bunga ditaman yang ditanam ibu diberanda atas, dalam gelap ia mencoba memperhatikan keindahan bunga-bunga tersebut dan dalam keindahan malam ia larut diantara nada yang dilantunkannya. Besok sekolah, raminah mungkin sudah tertidur sekarang sebaiknya aku segera tidur agar tidak terlambat menjemput raminah dan tiba disekolah.

Raminah masih terjaga sambil lalu ia membaca buku-buku pelajaran, jendela kamar dibuka olehnya agar ia dapat melihat bayang langit dipermukaan sungai yang mengalir dibelakang gubuknya. Suara jangkrik perlahan berirama didengarnya, memasak buat bapak sudah dilakukannya, ia masih menunggu bapak pulang. Ibu dari luar kamar memanggil,”Minah, kesini sebentar, bantu mbokmu merajut.” Raminah menjawab,”Nggeh mbok, minah kerjakan PR sebentar.” Segera ditulis-tulisnya PR dibuku pelajarannya, lumayan banyak PR untuk dikumpulkan besok. Raminah lalu menghampiri ibu yang sedang merajut taplak meja, tanpa bertanya-tanya lagi ia mengambil jarum, kain dan benang untuk merajut. Rintik hujan menemani raminah dan ibu merajut taplak meja, seuntai benang dan jarum ditelisiknya ke kain. Tak lama kemudian bapak pulang dari ladang, diletakkannya arit dan pacul disebelah pintu rumah mereka yang beralaskan tanah. Bapak membasuh tangan dan wajahnya dengan air dikendi, kemudian ia bergumam kepada putrinya,”nduk durung kerjakan PR?” Raminah menjawab,”sampun pak, aku juga sudah masak buat bapak.” Bapak kemudian bertanya kepada istrinya sambil membuka tudung saji,”Bu, diladang tadi banyak yang cerita kalau besok akan datang penyuluh desa untuk memberi petunjuk penggunaan pupuk dan benih hybrida, sesok kita sing gawe diladang diminta untuk berkumpul.” Ibu menjawab,”Nggih pak, sesok kita datang, tapi aku ini ra ngerti pak, kenapa penyuluh desa itu selalu saja ganti-ganti benih dan pupuk, padahal hasilnya yo koyo ngono ae to pak.” Bapak menjawab dengan tenang,”ya itu untuk kepentingan kualitas panen to bu, agar hasil ne apik.”

Komentar

Postingan Populer