Biarkan Aku yang Pergi (chapter 9 : Seorang Gadis yang Mengikuti Cintanya)
“Mas, sudah sampai
bakauheni,” tegur Rina kepada Mika yang sedang berbaring di geladak
kapal ferry. Mika terhenyak sejenak memandang wajah Rina dan
tersenyum simpul. “Kamu cantik Rina, seperti bidadari,” ujar Mika
spontan tanpa menyadari ucapannya. Berdua menuju bus masing-masing,
Mika kembali ke tempat duduknya dan bersiap melanjutkan perjalanan.
Tak berapa lama kemudian, Rina kembali menghampirinya, dan memberikan
secuil kertas alamat rumahnya. Mika senang perjumpaannya dengan Rina,
yang tak bisa dilupakannya lekuk wajah Rina ketika tertawa senang,
begitupula rambutnya yang halus dan terawat rapih.
Mika memasang headsetnya
dan mendengarkan tembang mbak Laluna. bus mulai melanjutkan
perjalanan, melintasi jalan provinsi, Mika memulai petualangannya di
Sumatera. Betapa senang dirinya ketika mengetahui Sumatera memang
seperti yang dibayangkannya, hamparan hutan, bukit dan tebing yang
menjulang menghadirkan kesejukan baginya. Sepintas lalu jalan raya
Sumatera memiliki kemiripan dengan jalan raya Jawa, tetapi jalan
lintas Sumatera berliku tidak sepenuhnya luas dan beraspal, beberapa
lintasan diperhatikannya masih berbatu pasir dan ada yang rusak
ataupun longsor.
Hari telah larut malam
dan bus antar provinsi sudah memasuki perbatasan wilayah Sumatera
Barat, diperhatikannya sejenak secuil kertas yang diberikan Rina
kepadanya, Jalan Prof.Dr. Bahder Johan no. 10, Bukittinggi. Mika
terpesona dengan keindahan Sumatera Barat dan bersiap untuk melakukan
kegiatan observasi kampus yang menjadi minatnya. Bus sudah tiba di
terminal kota Padang, para penumpang mulai mempersiapkan bawaan
mereka, begitupula Mika, tas ransel andalannya dipikul sebelah
pundak. Di peron terminal, ia bertanya kepada petugas terminal
angkutan kota menuju Universitas Andalas, ternyata di malam hari tak
ada angkutan kota, Mika mesti menggunakan taxi untuk sampai di
tujuan.
Dihampirinya taxi dan
disampaikan tujaannya, disambut dengan baik oleh pak supir, Mika
antusias dengan perjalanannya sejauh ini. Sesampainya di kampus, ia
menghampiri pos satpam dan ijin untuk masuk ke dalam kampus,
dijelaskan tujuannya, meski agak aneh satpam menyambut kehadirannya
di malam hari, kemudian menunjukkan jalan menuju mushollah untuk
tempatnya beristirahat. Ia langsung menuju mushollah kampus, berwudhu
sejenak, berencana untuk beristirahat. Mika merapihkan pakaiannya dan
shalat takbiratul ikhram, kemudian duduk dan melihat-lihat isi
mushollah. Di temaramnya mushollah, komik hitam putih di pilar
mushollah menarik perhatiannya dan di bacanya beragam komik yang ada
di mushollah, di bacanya kisah tentang Nabi Idris dan Nabi Yahya,
begitu harunya cerita komik tersebut membuatnya tak menyadari, malam
telah begitu larut dan sudah memasuki dini hari. Yang membuatnya
kagum adalah kisah Nabi Adam dan Siti Hawa yang terpampang di poster
mushollah, dikisahkan poster tersebut tinggi Nabi Adam dan Siti Hawa
yang menjulang 3.000 meter ke langit, Nabi Adam yang turun ke bumi di
Ethiopia dan Siti Hawa yang turun ke bumi di India secara terpisah
saling mencari melintasi bumi dan keduanya bertemu di Mekkah.
Pagi menjelang, Mika
bersiap untuk memulai observasinya, mandi sejenak dan mengenakan
pakaian ganti. Straight jeans Mika sedikit longgar untuk
pinggangnya, Mika memang sedikit kurus belakangan ini, dan ia tak
menyadarinya. Lingkungan kampus masih sepi, dilihatnya gedung kelas
yang masih kosong dan taman kampus yang menghampar di lingkungan
terlihat begitu sejuk dan daun yang berguguran dari pepohonan
disertai hembusan angin semilir membuatnya merasa begitu indah
pemandangan yang disaksikannya. Ditelusurinya koridor kampus
Universitas Andalas, dibacanya satu persatu pamflet yang terpasang di
papan majalah dinding setiap kelas. Beragam jadwal kelas dan nama
dosen diperhatikannya, ia melihat begitu banyak jurusan perkuliahan
yang menarik minatnya yang selama ini tak diketahuinya. Sebagai sosok
remaja, Mika memang sedikit pengetahuannya tentang perkuliahan dunia
mahasiswa, yang diketahuinya hanya perkuliahan umum seperti teknik,
kedokteran, hukum, ekonomi, dan pertanian; itupun konsentrasi
perkuliahan yang khusus belum diketahuinya. Fokus kegiatan
bermusiknya memang jauh dari dunia akademis, sehingga dirinya memang
membutuhkan kegiatan observasi kampus ini.
Seorang ibu berkerudung
berwajah lembut membawa tumpukan arsip berjalan kewalahan menghampiri
ruang administrasi akademik, Mika berlari kecil dan menghampiri ibu
tersebut menawarkan diri untuk membantunya membuka pintu yang
terkunci. Ibu tersebut menolehkan wajahnya ke Mika dan tersenyum
melihat polah remaja yang menghampirinya. “Nak, kamu mahasiswa
fakultas apa?” tanya ibu. Mika dengan wajah polos kebingungan
menjawab,”Baru mau lihat jadwal pendaftaran bu.” Ibu tersebut
terperangah dengan senyum yang merekah melihat Mika menjawab
pertanyaannya. Bergegas merapihkan tumpukan arsipnya di meja, dia
tampak membuka laci mejanya dan membaca tumpukan kertas yang kemudian
memilah susunannya. “Kamu dari SMA mana?” dia bertanya. Mika
melirik papan nama di meja ibu Fatimah yang kemudian menjawab,”Bu
Fatimah, saya Mika, dari Magetan bu.”
Rona wajah bu Fatimah
yang memerah dari perjalanannya ke kampus menenangkan dirinya sejenak
yang kemudian menghampiri teko air mineral dan menuangkan minuman
untuk Mika,”Nak, kamu sudah sarapan?” Sambil meneguk air mineral
pemberian bu Fatimah, ia merasa lega setelah minum. Mika mengatakan
dirinya belum sarapan, tak terpikir olehnya untuk sarapan, bu Fatimah
merengkuh pundak Mika dan berdua berjalan menuju kantin kampus.
Berdua berbincang tentang perjalanan Mika dan rencananya menempuh
perkuliahan, ditanya oleh bu Fatimah tentang fakultas yang ingin
ditempuhnya, Mika bercerita tentang kegiatannya bermusik dan bertanya
soal fakultas Hukum Internasional yang ingin ditempuhnya. Sempat bu
Fatimah mengingatkan Mika untuk memperdalam bakatnya, tanpa harus
menyeberang dari apa yang terbiasa dilakukannya. Mika pun meyakinkan
bu Fatimah tentang apa yang menjadi minatnya, dan ingin memberikan
kontribusi dari bakatnya terhadap tatanan pergaulan dunia.
Ibu Fatimah senang dengan
cara Mika menyampaikan maksudnya, tampak di wajahnya antusiasme untuk
menempuh pendidikan, jarak yang di tempuh Mika untuk datang ke
Sumatera Barat menunjukkan betapa seriusnya remaja yang duduk di
sebelahnya untuk mengenal apa yang menjadi minatnya. Dia menerangkan
kepada Mika fakultas yang cocok untuk dirinya, begitupula beragam
jenis perkuliahan yang bisa ditempuhnya. Perbincangan dengan bu
Fatimah membuat Mika mengerti dunia perkuliahan, terutama beragam
jenis fakultas dan jurusan yang bisa ditempuhnya dengan mudah sambil
menggeluti kegiatan bermusiknya. Bagi Mika pertemuan dengan bu
Fatimah memberi kesan tersendiri, diberitahukan oleh bu Fatimah ada
juga Universitas Mohammad Hatta di kota Padang, yang bisa untuk di
datanginya, dalam perbincangan Mika juga bertanya tentang angkutan
kota untuk ke Bukittinggi. Mika senang sekali dengan observasi di
Universitas Andalas, bersama bu Fatimah, Mika ditunjukkan ruang kelas
perkuliahan, juga ruang pendaftaran dan beragam buku perpustakaan.
Tak beberapa lama
kemudian, mahasiswa-mahasiswi mulai berdatangan, diperhatikan olehnya
abang dan kakak mahasiswa yang mulai berkerumun di kampus menuju
ruang kelas mereka dan ada beberapa di antara mereka yang
bercengkerama satu sama lainnya. Tanpa disadarinya, ia mulai
memperhatikan dunia akademis yang asing bagi dirinya di Magetan,
kegiatan Mika bermusik sedikit banyak mempengaruhi lingkungannya,
kalaupun dunia akademis yang diperhatikannya adalah lika liku Raminah
belajar di sekolah, selama di Magetan memang perhatiannya terpusat
pada Raminah, puisi, musik, lirik dan beragam tembang yang dibuatnya
memang selalu tentang Raminah.
Komentar
Posting Komentar